Pernyataan Komisi Perlindungan Anak Indonesia ( KPAI) bahwa Jarum Fondation disnggap mengeksploitasi anak dalam program audisi bulutangkis bagi anak guna memperoleh beasiswa, tak urung menuai berbagai kritikan bahkan cenderung berbau kecaman bertubi- tubi.
Meski dalam beberapa forum atau pernyataannya KPAI mengaitkannya dengan pasal tentang adanya zat adiktif dalam tembakau yang dilarang melibatkan anak- anak, namun tetap saja pernyataannya yang saklek dan zero tolerance tersebut dibantah berbagai kalangan, termasuk Menpora yang merepresentasikan pemerintah .
Bila kita cermati, kritik, masukan, bahkan kecaman yang bak serbuan peluru dari senjata otomatis itu lumrah. Sebab bila kita bandingkan manfaat serta mudlarotnya sejak PB Djarum melakukan pembinaan perbulutangkisan tanah air, hasilnya sangat jelas, berupa sosok- sosok pebulutangkis kelas dunia, bahkan paling tidak delapan kali juara dunia, dan hal itu jelas mengharumkan nama bangsa, terlebih ketika menjuarai Olimpiade, ajang olah raga yang paling bergengsi.
Sejalan dengan itu, seorang pakar Yulien Ford, menyebut sumbangan kebenaran empiris yang telah disumbangkan PB Djarum serta Djarum Fondation.
Pertanyaannya, akankah KPAI kekeh dengan argumennya dan Djarum menghentikan programnya karena tidak mau dituduh mengeksploitasi anak?, Serta bagaimana solusinya ke depan?
Debatable
Istilah eksploitasi anak jelas penertiannya sangatlah subyektif serta masih menjadi perdebatan. Dari sisi komunikasi, eksploitasi anak tampak jelas tatkala anak diminta melakukan sesuatu, termasuk menyatakan sesuatu yang bukan proporsinya.
Contoh kongkrit misal ketika ada iklan Perguruan Tinggi, yang pernyataan akhirnya dilakukan oleh anak kecil dengan kata bisa …bisa…bisa . Atau iklan seorang anak yang di iklan itu dia menawarkan mobil kijang dengan statement nya yang tidak masuk akal. Atau seorang anak yang ikut mengiklankan air dalam kemasan.
Ke tiga contoh itu jelas, anak diminta melakukan sesuatu yang tidak difahaminya. Dari sisi komunikasi, itu masuk kategori eksploitasi.
Sangat berbeda misalnya pada iklan permen tertentu, yang permen tersebut memang untuk anak.
Simbiose
Mengacu pada hal tersebut, sangatlah mengherankan bila Djarum Fondation dianggap mengeksploitasi anak, hanya karena si anak peserta audisi mengenakan kaos bertuliskan Djarum , tanpa ada gambar orang merokok, apalagi pernyataan mereka mengajak merokok djarum.
Bahkan dalam survei aktual ketika anak- anak ditanya tulisan djarum di kaos, jawaban terbanyak adalah jarum jahit, baru selanjutnya yang terkait dengan pertembakauan.
Karena itu perlu dicari jalan tengah , agar KPAI tetap merasa terhormat, dan Djarum Fondation tidak perlu menghentikan program audisinya, karena hingga saat ini kontribusinya dalam mengharumkan nama bangsa dan negara telah teruji.
Penulis : Drs. Gunawan Witjaksana, M.Si , Dosen dan ketua Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Semarang.