Dalam rangka memberikan edukasi dan sosialisasi terkait kebijakan peraturan perpajakan terbaru Tax Center Politeknik Harapan Bersama menyelenggarakan Webinar Perpajakan dengan tema “Meneropong Pajak Digital di Indonesia”, Kamis (27/08).
Acara webinar tersebut diikuti oleh sekitar 700 peserta yang berasal dari berbagai kalangan di seluruh Indonesia, baik mahasiswa, praktisi, pegawai pemerintah, pengusaha dan masyarakat umum. Acara Webinar dilaksanakan secara daring melalui aplikasi Zoom dan live Youtube. Tax Center Politeknik Harapan Bersama menggandeng Asosiasi Konsultan Pajak Publik Indonesia (AKP2I) dan KPP Pratama Tegal dalam menyelenggarakan acara webinar tersebut.
Dalam paparannya Ketua Umum AKP2I Drs. Suherman Saleh, Ak, M.Sc, CA menyampaikan bahwa sekarang arus barang dan jasa dilakukan secara online sehingga pemberlakuan pajak digital itu perlu diberlakukan sebagai azas keadilan bagi pelaku usaha konvensial.
“Hal ini karena sebelumnya yang dikenakan pajak hanyalah para pelaku usaha konvensional. Dengan adanya pajak digital maka diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara sehingga Indonesia maju akan terwujud. Pajak digital juga perlu diketahui oleh masyarakat, meskipun tidak berhubungan langsung dengan transaksi digital,” kata Suherman Saleh.
Account Representative KPP Pratama Tegal Akhmad Zakariya, S.Mn, M.M menyampaikan materi terkait Peraturan Menteri Keuangan No. 48 Tahun 2020 tentang Mekanisme PPN atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Dan/Atau Jasa Kena Pajak Dari Luar Daerah Pabean Melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang meliputi transaksi Business to Business (B2B) dan Business to Consumer (B2C).
“Objek pajak tersebut terdiri dari pemanfaatan barang digital dan jasa digital seperti contoh e-book, computer software, multimedia, streaming film dan music, video conference dan jasa yang menggunakan piranti lunak. Peraturan tersebut berlaku mulai 1 Juli 2020,” terang Akhmad.
Selanjutnya, Sutan, R.H. Manurung, S.E, Ak, M.Ak, CA, CMA, C.Li, CTA, CTAP sebagai Founder dan Managing Director of Eksakta Strategic juga menyampaikan terkait kenyataan, tantangan dan harapan atas pajak digital di Indonesia. Dalam kenyataannya bahwa masyarakat Indonesia sebagai pengguna Google, YouTube, Instagram, Twitter, Facebook dan Netflix yang memberikan kontribusi 15 triliun rupiah kepada perusahaan tersebut tetapi tidak ada penerimaan bagi Indonesia.
“Tantangan yang terjadi adalah negara asal perusahaan digital tidak berkenan jika dikenakan pajak di Indonesia karena perusahaan tersebut telah memberikan fasilitas atas media tersebut. Harapan atas pemajakan digital di Indonesia berupa terbitnya peraturan atas pajak digital yang tertuang dalam PMK-48 Tahun 2020 dan Peraturan Dirjen Pajak No. 12 Tahun 2020,” kata Sutan.
Pemberlakuan pajak digital mulai tanggal 1 Agustus 2020 untuk produk dan layanan digital yang dijual oleh Amazon, Google, Spotify AB dan Netflix akan dipungut PPN. Sedangkan mulai 1 September 2020, produk dan layanan digital yang dijual oleh Facebook, Audible, Walt Disney Company, Apple, Alexa Internet dan Tiktok juga akan dipungut PPN. Pajak digital mau tidak mau harus diberlakukan di Indonesia agar tujuan optimalisasi penerimaan pajak terwujud sehingga tujuan Indonesia Maju tercapai.